ŰčَÙِ ۧÙÙُّŰčْÙ
َۧÙِ ŰšْÙِ ŰšَŰŽِÙْ۱ٍ ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰčَÙْÙُ ÙَۧÙَ: ÙَۧÙَ ۧÙÙَّŰšِÙُّ Ű”َÙÙَّ ۧÙÙÙُ ŰčَÙَÙْÙِ ÙَŰłَÙَّÙ
َ: "ۧÙŰŻُّŰčَۧۥُ ÙُÙَ ۧÙْŰčِŰšَۧۯَŰ©ُ"، Ű«ُÙ
َّ Ùَ۱َŰŁَ: {ÙَÙَۧÙَ ۱َŰšُّÙُÙÙ
ْ Ù±ŰŻْŰčُÙÙِÙ ŰŁَŰłْŰȘَŰŹِŰšْ ÙَÙُÙ
ْ Ű„ِÙَّ ۧÙَّŰ°ِÙÙَ ÙَŰłْŰȘَÙْŰšِ۱ُÙÙَ ŰčَÙْ ŰčِŰšَۧۯَŰȘِÙ ŰłَÙَŰŻْŰźُÙُÙÙَ ŰŹَÙَÙَّÙ
َ ۯِۧ۟۱ِÙÙَ} [ŰșۧÙ۱:60]. ).
“An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Doa adalah ibadah.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir : 60).Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (4/267), Abu Dawud [1479], al-Tirmidzi [2969], dan menilainya hasan shahih, Ibnu Majah [3828], dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban [890], al-Hakim [1802] serta al-Dzahabi. Di antara adab dan etika berdoa, agar doa kita dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala, adalah mengangkat kedua tangan, lalu mengusap wajah setelah berdoa.
Tujuan Mengusap Wajah
Tujuan mengusapkan tangan ke wajah tersebut, sepertinya mengandung relevansi yang sangat rasional, yaitu, bahwa ketika Allah tidak mengembalikan kedua tangan orang yang berdoa dengan keadaan kosong, seakan-akan kedua tangan tersebut memperoleh rahmat Allah subhanahu wata’ala. Maka wajar saja kalau rahmat tersebut diusapkan ke wajah, sebagai anggota badan yang paling mulia dan paling berhak dimuliakan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Shan’ani dalam Subulus Salam, juz 2 hal. 709. Oleh karena itu para ulama fuqaha dari madzhab empat telah menetapkan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa.Pandangan Imam madzhab
Madzhab Hanafi Kesunnahan mengusap tangan setelah berdoa ditegaskan oleh para ulama fuqaha bermadzhab Hanafi. Dalam konteks ini, al-Imam Hasan bin Ammar as-Syaranbalali berkata: "Ű«ُÙ
َّ ÙَŰźْŰȘِÙ
ُ ŰšِÙَÙْÙِÙِ ŰȘَŰčَۧÙÙَ {ŰłُŰšْŰَۧÙَ ۱َŰšِّÙَ} ْۧÙŰąَÙَŰ©َ؛ ÙِÙَÙْÙِ ŰčَÙِÙٍّ ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰčَÙْÙُ: "Ù
َÙْ ŰŁَŰَŰšَّ ŰŁَÙْ ÙَÙْŰȘَۧÙَ ŰšِۧÙْÙ
ِÙْÙَۧÙِ ْۧÙŰŁَÙْÙَÙ Ù
ِÙَ ۧÙْŰŁَŰŹْ۱ِ ÙَÙْÙ
َ ۧÙْÙِÙَۧÙ
َŰ©ِ ÙَÙْÙَÙُÙْ ŰąَŰźِ۱ُ ÙَÙَۧÙ
ِÙِ Ű„ِŰ°َۧ ÙَۧÙ
َ Ù
ِÙْ Ù
َŰŹْÙِŰłِÙِ {ŰłُŰšْŰَۧÙَ ۱َŰšِّÙَ} ۧÙŰąÙŰ©"، ÙَÙَÙ
ْŰłَŰُ ÙَŰŻَÙْÙِ ÙَÙَŰŹْÙَÙُ ÙِÙْ ŰąَŰźِ۱ِÙِ؛ ÙِÙَÙْÙِ ْۧۚÙِ ŰčَŰšَّۧ۳ٍ ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰčَÙْÙُÙ
َۧ ÙَۧÙَ ۱َŰłُÙْÙُ ۧÙÙÙِ Ű”َÙÙَّ ۧÙÙÙُ ŰčَÙَÙْÙِ ÙَŰłَÙَّÙ
َ: {Ű„ِŰ°َۧ ŰŻَŰčَÙŰȘَ ۧÙÙÙَ ÙَۧۯْŰčُ ŰšِŰšَۧ۷ِÙِ ÙَÙَّÙْÙَ ÙَÙَۧ ŰȘَŰŻْŰčُ ŰšِŰžُÙُÙ۱ِÙِÙ
َۧ ÙَŰ„ِŰ°َۧ Ùَ۱َŰșْŰȘَ ÙَۧÙ
ْŰłَŰْ ŰšِÙِÙ
َۧ ÙَŰŹْÙَÙَ} ۱َÙَۧÙُ ْۧۚÙُ Ù
َۧۏَÙْ ÙَÙ
َۧ ÙِÙ Ű§ÙْŰšُ۱ْÙَۧÙِ"). (ŰَۧێِÙَŰ©ُ ۧÙŰŽَّ۱َÙْŰšَÙَۧÙِÙ ŰčَÙÙَ ŰŻُ۱َ۱ِ ۧÙْŰُÙَّۧÙ
ِ، 1/80).
“Kemudian orang yang berdoa menutup doanya dengan firman Allah “Subhana rabbika” dan seterusnya. Berdasarkan perkataan Ali radhiyallahu ‘anhu, “Barangsiapa yang menghendaki menerima takaran pahala dengan takaran yang sempurna pada hari kiamat, maka hendaklah akhir ucapannya dalam majlisnya adalah “subhana rabbika” dan seterusnya. Dan ia mengusap tangan dan wajahnya di akhir doanya, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila kamu berdoa kepada Allah, maka berdoalah dengan perut telapak tanganmu, dan janganlah berdoa dengan punggungnya. Apabila kamu selesai berdoa, maka usaplah wajahmu dengan kedua tangannya.” HR. Ibnu Majah, sebagaimana dalam kitab al-Burhan.” (Hasyiyah as-Syaranbalali ‘ala Durar al-Hukkam, juz 1 hal. 80).
Madzhab Maliki Para fuqaha yang mengikuti madzhab Maliki juga menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Al-Imam an-Nafrawi berkata:
ÙَÙُŰłْŰȘَŰَŰšُّ ŰŁÙ ÙَÙ
ْŰłَŰَ ÙَŰŹْÙَÙُ ŰšِÙَŰŻَÙْÙِ ŰčَÙِŰšَÙُ -ŰŁÙ: ۧÙŰŻُّŰčَۧۥِ- ÙَÙ
َۧ ÙَۧÙَ ÙَÙْŰčَÙُÙُ ŰčَÙَÙْÙِ ۧÙŰ”َّÙَۧŰ©ُ ÙَۧÙŰłَّÙَۧÙ
ُ.
“Dan disunnahkan mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah berdoa, sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” (An-Nafrawi, al-Fawakih al-Dawani, juz 2, hal. 335). Madzhab Syafi’i Para fuqaha yang mengikuti madzhab Syafi’i juga menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Dalam hal ini, al-Imam an-Nawawi berkata dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: ÙَÙ
ِÙْ ŰąَŰŻَِۧۚ ۧÙŰŻُّŰčَۧۥِ ÙَÙْÙُÙُ ÙِÙ Ű§ÙْŰŁَÙْÙَۧŰȘِ ÙَۧÙْŰŁَÙ
َۧÙِÙِ ÙَۧÙْŰŁَŰْÙَۧÙِ ۧÙŰŽَّ۱ِÙْÙَŰ©ِ Ùَۧ۳ْŰȘِÙْŰšَۧÙُ ۧÙْÙِŰšْÙَŰ©ِ Ùَ۱َÙْŰčُ ÙَŰŻَÙْÙِ ÙَÙ
َŰłْŰُ ÙَŰŹْÙِÙِ ŰšَŰčْŰŻَ Ùَ۱َۧŰșِÙِ ÙَŰźَÙْ۶ُ ۧÙŰ”َّÙْŰȘِ ŰšَÙْÙَ ۧÙْŰŹَÙْ۱ِ ÙَۧÙْÙ
ُŰźَۧÙَŰȘَŰ©ِ).
“Di antara beberapa adab dalam berdoa adalah, adanya doa dalam waktu-waktu, tempat-tempat dan keadaan-keadaan yang mulia, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, mengusap wajah setelah selesai berdoa, memelankan suara antara keras dan berbisik.” (al-Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4 hal. 487). Bahkan al-Imam an-Nawawi menegaskan dalam kitab at-Tahqiq tentang kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa, sebagaimana dikutip oleh Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari dalam Asnal Mathalib juz 1 hal. 160, dan al-Khathib as-Syirbini dalam Mughnil Muhtaj juz 1 hal. 370.Madzhab Hanbali adalah madzhab resmi kaum Wahabi di Saudi Arabia. Ternyata para ulama fuqaha madzhab Hanbali, menegaskan bahwa pendapat yang dapat dijadikan pegangan oleh mereka, adalah kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Dalam konteks ini, al-Imam al-Buhuti menegaskan: (
Ű«ُÙ
َّ ÙَÙ
ْŰłَŰُ ÙَŰŹْÙَÙُ ŰšِÙَŰŻَÙÙِ ÙُÙَۧ) ŰŁÙ: ŰčَÙِŰšَ ۧÙْÙُÙُÙْŰȘِ (ÙَŰźَۧ۱َŰŹَ ۧÙŰ”َّÙَۧ۩ِ) Ű„ِŰ°َۧ ŰŻَŰčَۧ).
“Kemudian orang yang berdoa mengusapkan wajahnya dengan kedua tangannya setelah membaca doa qunut dan di luar shalat ketika selesai berdoa.” (Al-Buhuti, Syarh Muntaha al-Iradat juz 1 hal. 241, Kasysyaf al-Qina’ ‘an Matn al-Iqna’ juz 1 hal. 420, dan al-Mirdawi, al-Inshaf fi Ma’rifat al-Rajih min al-Khilaf, juz 2 hal. 173). Demikian pandangan para ulama fuqaha dari madzhab empat yang menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Sedangkan dasar atau dalil para ulama dalam hal ini, adalah hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah berdoa.
ŰčَÙْ ŰčُÙ
َ۱َ ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰȘَŰčَۧÙÙَ ŰčَÙْÙُ ÙَۧÙَ: ÙَۧÙَ ۱َŰłُÙÙُ ۧÙÙÙِ Ű”َÙَّÙ Ű§ÙÙÙُ ŰčَÙَÙÙِ ÙَŰłَÙَّÙ
َ Ű„ِŰ°َۧ Ù
َŰŻَّ ÙَŰŻَÙÙِ ÙِÙ Ű§ÙŰŻُّŰčَۧۥِ ÙَÙ
ْ Ùَ۱ُŰŻَÙُÙ
َۧ ŰَŰȘَّÙ ÙَÙ
ْŰłَŰَ ŰšِÙِÙ
َۧ ÙَŰŹْÙَÙُ ).
“Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengangkat kedua tangannya dalam berdoa, tidak mengembalikannya sehingga mengusap wajahnya dengan keduanya.” (HR. at-Tirmidzi [3386], dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/719 [1967]).Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Bulugul Maram min Adillatil Ahkam sebagai berikut:
ŰŁَŰźْ۱َŰŹَÙُ ۧÙŰȘِّ۱ْÙ
ِŰ°ِÙُّ، ÙَÙُ ŰŽَÙَۧÙِŰŻُ Ù
ِÙْÙَۧ ŰَŰŻِÙْŰ«ُ ْۧۚÙِ ŰčَŰšَّۧ۳ٍ ŰčِÙْŰŻَ ŰŁَŰšِÙْ ŰŻَۧÙُŰŻَ, ÙَŰșَÙْ۱ِÙِ, ÙَÙ
َŰŹْÙ
ُÙْŰčُÙَۧ ÙَÙْ۶ِÙْ ŰšِŰŁَÙَّÙُ ŰَŰŻِÙْŰ«ٌ ŰَŰłَÙٌ).
“Hadits tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan memiliki banyak penguat eksternal (syahid), antara lain hadits Ibnu Abbas menurut Abu Dawud dan lainnya, dan kesemuanya menetapkan bahwa hadits tersebut bernilai hasan.” Hadits di atas menjadi dalil kesunnahan mengusap wajah dengan kedua tangan setelah selesai berdoa, sebagaimana ditegaskan oleh al-Shan’ani dalam Subulus Salam juz 2 hal. 709. Hadits lain yang menjadi dalil kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa adalah sebagai berikut: ŰčَÙِ ْۧۚÙِ ŰčَŰšَّۧ۳ٍ ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰčَÙْÙُÙ
َۧ ŰŁَÙَّ ۱َŰłُÙْÙَ ۧÙÙÙِ Ű”َÙÙَّ ۧÙÙÙُ ŰčَÙَÙْÙِ ÙَŰłَÙَّÙ
َ ÙَۧÙَ: Ùۧ ŰȘَŰłْŰȘُ۱ُÙۧ ۧÙŰŹُŰŻُ۱َ، Ù
َÙْ ÙَŰžَ۱َ ÙِÙ ÙِŰȘَِۧۚ ŰŁَŰźِÙÙِ ŰšِŰșَÙ۱ِ Ű„ِŰ°ْÙِÙِ ÙَŰ„ِÙَّÙ
َۧ ÙَÙْŰžُ۱ُ ÙِÙ Ű§ÙÙَّۧ۱ِ، ŰłَÙُÙۧ ۧÙÙÙَ ŰšِŰšُŰ·ُÙÙِ ŰŁَÙُÙِّÙُÙ
ْ ÙَÙۧ ŰȘَŰłْŰŁَÙُÙÙُ ŰšِŰžُÙُÙ۱ِÙَۧ، ÙَŰ„ِŰ°َۧ Ùَ۱َŰșْŰȘُÙ
ْ ÙَۧÙ
ْŰłَŰُÙۧ ŰšِÙَۧ ÙُŰŹُÙÙَÙُÙ
ْ.
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menutup tembok dengan kain. Barangsiapa yang melihat dalam buku saudaranya tanpa ijin, maka sebenarnya ia melihat ke neraka. Mohonlah kepada Allah dengan perut telapak tangan kamu. Dan janganlah kamu memohon kepada-Nya dengan punggungnya. Apabila kamu selesai berdoa, maka usaplah wajahmu dengannya.” Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud [1485], Ibnu Majah [3866], al-Hakim dalam al-Mustadrak [1968], dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra [3276]. Abu Dawud berkata: “Hadits tersebut diriwayatkan dari lebih satu jalur dari Muhammad bin Ka’ab, semua jalurnya lemah, dan jalur ini yang paling bagus. Jalur ini lemah pula.” Al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi mengutip dari al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Amali, bahwa hadits ini menurutnya bernilai hasan. (Lihat, as-Suyuthu, Fadhdhul Wi’a’ Fi Ahadits Raf’il Yadain bid-Du’a’, hal. 74). Di sisi lain, mengusap wajah setelah selesai berdoa, juga diriwayatkan dari kaum salaf, antara lain sahabat Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair. Juga dari al-Imam Hasan al-Bashri. Oleh karena itu, pandangan sebagian aliran baru yang membid’ahkan dan mengharamkan mengusap wajah setelah berdoa, adalah tidak benar. Kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa memiliki dalil yang kuat dan diikuti oleh para ulama fuqaha dari madzhab yang empat. Wallahu a’lam.
0 comments:
Post a Comment
KOMENTAR YANG BIJAKK !!!!