SUNNAH MENGUSAP WAJAH SETELAH DOA -  Pada dasarnya doa merupakan ibadah yang sangat agung, dapat meningkatkan  keimanan dan memperkuat manisnya keimanan di dalam hati seorang Muslim.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menganggap doa sebagai  ibadah itu sendiri, dalam sebuah hadits: 
Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (4/267), Abu Dawud [1479], al-Tirmidzi [2969], dan menilainya hasan shahih, Ibnu Majah [3828], dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban [890], al-Hakim [1802] serta al-Dzahabi. Di antara adab dan etika berdoa, agar doa kita dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala, adalah mengangkat kedua tangan, lalu mengusap wajah setelah berdoa.
Madzhab Maliki Para fuqaha yang mengikuti madzhab Maliki juga menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Al-Imam an-Nafrawi berkata:
Madzhab Hanbali adalah madzhab resmi kaum Wahabi di Saudi Arabia. Ternyata para ulama fuqaha madzhab Hanbali, menegaskan bahwa pendapat yang dapat dijadikan pegangan oleh mereka, adalah kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Dalam konteks ini, al-Imam al-Buhuti menegaskan: (
Demikian pandangan para ulama fuqaha dari madzhab empat yang menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Sedangkan dasar atau dalil para ulama dalam hal ini, adalah hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah berdoa.
Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Bulugul Maram min Adillatil Ahkam sebagai berikut:
Di sisi lain, mengusap wajah setelah selesai berdoa, juga diriwayatkan dari kaum salaf, antara lain sahabat Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair. Juga dari al-Imam Hasan al-Bashri. Oleh karena itu, pandangan sebagian aliran baru yang membid’ahkan dan mengharamkan mengusap wajah setelah berdoa, adalah tidak benar. Kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa memiliki dalil yang kuat dan diikuti oleh para ulama fuqaha dari madzhab yang empat. Wallahu a’lam.
ŰčَÙِ ۧÙÙُّŰčْÙ
َۧÙِ ŰšْÙِ ŰšَŰŽِÙْ۱ٍ ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰčَÙْÙُ ÙَۧÙَ: ÙَۧÙَ  ۧÙÙَّŰšِÙُّ Ű”َÙÙَّ ۧÙÙÙُ ŰčَÙَÙْÙِ ÙَŰłَÙَّÙ
َ: "ۧÙŰŻُّŰčَۧۥُ ÙُÙَ  ۧÙْŰčِŰšَۧۯَŰ©ُ"، Ű«ُÙ
َّ Ùَ۱َŰŁَ: {ÙَÙَۧÙَ ۱َŰšُّÙُÙÙ
ْ Ù±ŰŻْŰčُÙÙِÙ ŰŁَŰłْŰȘَŰŹِŰšْ  ÙَÙُÙ
ْ Ű„ِÙَّ ۧÙَّ۰ِÙÙَ ÙَŰłْŰȘَÙْŰšِ۱ُÙÙَ ŰčَÙْ ŰčِŰšَۧۯَŰȘِÙ ŰłَÙَŰŻْŰźُÙُÙÙَ  ŰŹَÙَÙَّÙ
َ ۯِۧ۟۱ِÙÙَ} [ŰșۧÙ۱:60]. ). 
“An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu  ‘alaihi wasallam bersabda: “Doa adalah ibadah.” Kemudian Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat: “Dan Tuhanmu berfirman:  “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya  orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka  Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir : 60).Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (4/267), Abu Dawud [1479], al-Tirmidzi [2969], dan menilainya hasan shahih, Ibnu Majah [3828], dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban [890], al-Hakim [1802] serta al-Dzahabi. Di antara adab dan etika berdoa, agar doa kita dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala, adalah mengangkat kedua tangan, lalu mengusap wajah setelah berdoa.
Tujuan Mengusap Wajah
Tujuan mengusapkan tangan ke wajah tersebut, sepertinya mengandung relevansi yang sangat rasional, yaitu, bahwa ketika Allah tidak mengembalikan kedua tangan orang yang berdoa dengan keadaan kosong, seakan-akan kedua tangan tersebut memperoleh rahmat Allah subhanahu wata’ala. Maka wajar saja kalau rahmat tersebut diusapkan ke wajah, sebagai anggota badan yang paling mulia dan paling berhak dimuliakan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Shan’ani dalam Subulus Salam, juz 2 hal. 709. Oleh karena itu para ulama fuqaha dari madzhab empat telah menetapkan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa.Pandangan Imam madzhab
Madzhab Hanafi Kesunnahan mengusap tangan setelah berdoa ditegaskan oleh para ulama fuqaha bermadzhab Hanafi. Dalam konteks ini, al-Imam Hasan bin Ammar as-Syaranbalali berkata: "Ű«ُÙ
َّ ÙَŰźْŰȘِÙ
ُ ŰšِÙَÙْÙِÙِ ŰȘَŰčَۧÙÙَ {ŰłُŰšْŰَۧÙَ ۱َŰšِّÙَ} ْۧÙŰąَÙَŰ©َ؛  ÙِÙَÙْÙِ ŰčَÙِÙٍّ ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰčَÙْÙُ: "Ù
َÙْ ŰŁَŰَŰšَّ ŰŁَÙْ ÙَÙْŰȘَۧÙَ  ŰšِۧÙْÙ
ِÙْÙَۧÙِ ْۧÙŰŁَÙْÙَÙ Ù
ِÙَ ۧÙْŰŁَŰŹْ۱ِ ÙَÙْÙ
َ ۧÙْÙِÙَۧÙ
َŰ©ِ ÙَÙْÙَÙُÙْ  ŰąَŰźِ۱ُ ÙَÙَۧÙ
ِÙِ Ű„ِ۰َۧ ÙَۧÙ
َ Ù
ِÙْ Ù
َŰŹْÙِŰłِÙِ {ŰłُŰšْŰَۧÙَ ۱َŰšِّÙَ} ۧÙŰąÙŰ©"،  ÙَÙَÙ
ْŰłَŰُ ÙَŰŻَÙْÙِ ÙَÙَŰŹْÙَÙُ ÙِÙْ ŰąَŰźِ۱ِÙِ؛ ÙِÙَÙْÙِ ْۧۚÙِ ŰčَŰšَّۧ۳ٍ  ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰčَÙْÙُÙ
َۧ ÙَۧÙَ ۱َŰłُÙْÙُ ۧÙÙÙِ Ű”َÙÙَّ ۧÙÙÙُ ŰčَÙَÙْÙِ  ÙَŰłَÙَّÙ
َ: {Ű„ِ۰َۧ ŰŻَŰčَÙŰȘَ ۧÙÙÙَ ÙَۧۯْŰčُ ŰšِŰšَۧ۷ِÙِ ÙَÙَّÙْÙَ ÙَÙَۧ ŰȘَŰŻْŰčُ  ŰšِŰžُÙُÙ۱ِÙِÙ
َۧ ÙَŰ„ِ۰َۧ Ùَ۱َŰșْŰȘَ ÙَۧÙ
ْŰłَŰْ ŰšِÙِÙ
َۧ ÙَŰŹْÙَÙَ} ۱َÙَۧÙُ  ْۧۚÙُ Ù
َۧۏَÙْ ÙَÙ
َۧ ÙِÙ Ű§ÙْŰšُ۱ْÙَۧÙِ"). (ŰَۧێِÙَŰ©ُ ۧÙŰŽَّ۱َÙْŰšَÙَۧÙِÙ  ŰčَÙÙَ ŰŻُ۱َ۱ِ ۧÙْŰُÙَّۧÙ
ِ، 1/80). 
“Kemudian orang yang berdoa menutup doanya dengan firman Allah “Subhana  rabbika” dan seterusnya. Berdasarkan perkataan Ali radhiyallahu ‘anhu,  “Barangsiapa yang menghendaki menerima takaran pahala dengan takaran  yang sempurna pada hari kiamat, maka hendaklah akhir ucapannya dalam  majlisnya adalah “subhana rabbika” dan seterusnya. Dan ia mengusap  tangan dan wajahnya di akhir doanya, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas  radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: “Apabila kamu berdoa kepada Allah, maka berdoalah dengan perut  telapak tanganmu, dan janganlah berdoa dengan punggungnya. Apabila kamu  selesai berdoa, maka usaplah wajahmu dengan kedua tangannya.” HR. Ibnu  Majah, sebagaimana dalam kitab al-Burhan.” (Hasyiyah as-Syaranbalali  ‘ala Durar al-Hukkam, juz 1 hal. 80).
Madzhab Maliki Para fuqaha yang mengikuti madzhab Maliki juga menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Al-Imam an-Nafrawi berkata:
ÙَÙُŰłْŰȘَŰَŰšُّ ŰŁÙ ÙَÙ
ْŰłَŰَ ÙَŰŹْÙَÙُ ŰšِÙَŰŻَÙْÙِ ŰčَÙِŰšَÙُ -ŰŁÙ: ۧÙŰŻُّŰčَۧۥِ-  ÙَÙ
َۧ ÙَۧÙَ ÙَÙْŰčَÙُÙُ ŰčَÙَÙْÙِ ۧÙŰ”َّÙَۧŰ©ُ ÙَۧÙŰłَّÙَۧÙ
ُ. 
“Dan disunnahkan mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah berdoa,  sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi  wasallam.” (An-Nafrawi, al-Fawakih al-Dawani, juz 2, hal. 335).  Madzhab Syafi’i  Para fuqaha yang mengikuti madzhab Syafi’i juga menegaskan kesunnahan  mengusap wajah setelah berdoa. Dalam hal ini, al-Imam an-Nawawi berkata  dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: ÙَÙ
ِÙْ ŰąَŰŻَِۧۚ ۧÙŰŻُّŰčَۧۥِ ÙَÙْÙُÙُ ÙِÙ Ű§ÙْŰŁَÙْÙَۧŰȘِ ÙَۧÙْŰŁَÙ
َۧÙِÙِ  ÙَۧÙْŰŁَŰْÙَۧÙِ ۧÙŰŽَّ۱ِÙْÙَŰ©ِ Ùَۧ۳ْŰȘِÙْŰšَۧÙُ ۧÙْÙِŰšْÙَŰ©ِ Ùَ۱َÙْŰčُ  ÙَŰŻَÙْÙِ ÙَÙ
َŰłْŰُ ÙَŰŹْÙِÙِ ŰšَŰčْŰŻَ Ùَ۱َۧŰșِÙِ ÙَŰźَÙْ۶ُ ۧÙŰ”َّÙْŰȘِ ŰšَÙْÙَ  ۧÙْŰŹَÙْ۱ِ ÙَۧÙْÙ
ُŰźَۧÙَŰȘَŰ©ِ). 
“Di antara beberapa adab dalam berdoa adalah, adanya doa dalam  waktu-waktu, tempat-tempat dan keadaan-keadaan yang mulia, menghadap  kiblat, mengangkat kedua tangan, mengusap wajah setelah selesai berdoa,  memelankan suara antara keras dan berbisik.” (al-Imam an-Nawawi,  al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4 hal. 487).  Bahkan al-Imam an-Nawawi menegaskan dalam kitab at-Tahqiq tentang  kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa, sebagaimana dikutip oleh  Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari dalam Asnal Mathalib juz 1 hal. 160,  dan al-Khathib as-Syirbini dalam Mughnil Muhtaj juz 1 hal. 370.Madzhab Hanbali adalah madzhab resmi kaum Wahabi di Saudi Arabia. Ternyata para ulama fuqaha madzhab Hanbali, menegaskan bahwa pendapat yang dapat dijadikan pegangan oleh mereka, adalah kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Dalam konteks ini, al-Imam al-Buhuti menegaskan: (
Ű«ُÙ
َّ ÙَÙ
ْŰłَŰُ ÙَŰŹْÙَÙُ ŰšِÙَŰŻَÙÙِ ÙُÙَۧ) ŰŁÙ: ŰčَÙِŰšَ ۧÙْÙُÙُÙْŰȘِ  (ÙَŰźَۧ۱َŰŹَ ۧÙŰ”َّÙَۧ۩ِ) Ű„ِ۰َۧ ŰŻَŰčَۧ). 
 “Kemudian orang yang berdoa mengusapkan wajahnya dengan kedua tangannya  setelah membaca doa qunut dan di luar shalat ketika selesai berdoa.”  (Al-Buhuti, Syarh Muntaha al-Iradat juz 1 hal. 241, Kasysyaf al-Qina’  ‘an Matn al-Iqna’ juz 1 hal. 420, dan al-Mirdawi, al-Inshaf fi Ma’rifat  al-Rajih min al-Khilaf, juz 2 hal. 173). Demikian pandangan para ulama fuqaha dari madzhab empat yang menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Sedangkan dasar atau dalil para ulama dalam hal ini, adalah hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah berdoa.
ŰčَÙْ ŰčُÙ
َ۱َ ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰȘَŰčَۧÙÙَ ŰčَÙْÙُ ÙَۧÙَ: ÙَۧÙَ ۱َŰłُÙÙُ ۧÙÙÙِ  Ű”َÙَّÙ Ű§ÙÙÙُ ŰčَÙَÙÙِ ÙَŰłَÙَّÙ
َ Ű„ِ۰َۧ Ù
َŰŻَّ ÙَŰŻَÙÙِ ÙِÙ Ű§ÙŰŻُّŰčَۧۥِ ÙَÙ
ْ  Ùَ۱ُŰŻَÙُÙ
َۧ ŰَŰȘَّÙ ÙَÙ
ْŰłَŰَ ŰšِÙِÙ
َۧ ÙَŰŹْÙَÙُ ). 
“Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam apabila mengangkat kedua tangannya dalam berdoa, tidak  mengembalikannya sehingga mengusap wajahnya dengan keduanya.” (HR.  at-Tirmidzi [3386], dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/719 [1967]).Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Bulugul Maram min Adillatil Ahkam sebagai berikut:
ŰŁَŰźْ۱َŰŹَÙُ ۧÙŰȘِّ۱ْÙ
ِ۰ِÙُّ، ÙَÙُ ŰŽَÙَۧÙِŰŻُ Ù
ِÙْÙَۧ ŰَŰŻِÙْŰ«ُ ْۧۚÙِ  ŰčَŰšَّۧ۳ٍ ŰčِÙْŰŻَ ŰŁَŰšِÙْ ŰŻَۧÙُŰŻَ, ÙَŰșَÙْ۱ِÙِ, ÙَÙ
َŰŹْÙ
ُÙْŰčُÙَۧ ÙَÙْ۶ِÙْ  ŰšِŰŁَÙَّÙُ ŰَŰŻِÙْŰ«ٌ ŰَŰłَÙٌ). 
 “Hadits tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan memiliki banyak  penguat eksternal (syahid), antara lain hadits Ibnu Abbas menurut Abu  Dawud dan lainnya, dan kesemuanya menetapkan bahwa hadits tersebut  bernilai hasan.”  Hadits di atas menjadi dalil kesunnahan mengusap wajah dengan kedua  tangan setelah selesai berdoa, sebagaimana ditegaskan oleh al-Shan’ani  dalam Subulus Salam juz 2 hal. 709. Hadits lain yang menjadi dalil  kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa adalah sebagai berikut: ŰčَÙِ ْۧۚÙِ ŰčَŰšَّۧ۳ٍ ۱َ۶ِÙَ ۧÙÙÙُ ŰčَÙْÙُÙ
َۧ ŰŁَÙَّ ۱َŰłُÙْÙَ ۧÙÙÙِ Ű”َÙÙَّ  ۧÙÙÙُ ŰčَÙَÙْÙِ ÙَŰłَÙَّÙ
َ ÙَۧÙَ: Ùۧ ŰȘَŰłْŰȘُ۱ُÙۧ ۧÙŰŹُŰŻُ۱َ، Ù
َÙْ ÙَŰžَ۱َ ÙِÙ  ÙِŰȘَِۧۚ ŰŁَŰźِÙÙِ ŰšِŰșَÙ۱ِ Ű„ِ۰ْÙِÙِ ÙَŰ„ِÙَّÙ
َۧ ÙَÙْŰžُ۱ُ ÙِÙ Ű§ÙÙَّۧ۱ِ،  ŰłَÙُÙۧ ۧÙÙÙَ ŰšِŰšُŰ·ُÙÙِ ŰŁَÙُÙِّÙُÙ
ْ ÙَÙۧ ŰȘَŰłْŰŁَÙُÙÙُ ŰšِŰžُÙُÙ۱ِÙَۧ،  ÙَŰ„ِ۰َۧ Ùَ۱َŰșْŰȘُÙ
ْ ÙَۧÙ
ْŰłَŰُÙۧ ŰšِÙَۧ ÙُŰŹُÙÙَÙُÙ
ْ. 
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menutup tembok dengan kain.  Barangsiapa yang melihat dalam buku saudaranya tanpa ijin, maka  sebenarnya ia melihat ke neraka. Mohonlah kepada Allah dengan perut  telapak tangan kamu. Dan janganlah kamu memohon kepada-Nya dengan  punggungnya. Apabila kamu selesai berdoa, maka usaplah wajahmu  dengannya.”  Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud [1485], Ibnu Majah  [3866], al-Hakim dalam al-Mustadrak [1968], dan al-Baihaqi dalam  as-Sunan al-Kubra [3276]. Abu Dawud berkata: “Hadits tersebut  diriwayatkan dari lebih satu jalur dari Muhammad bin Ka’ab, semua  jalurnya lemah, dan jalur ini yang paling bagus. Jalur ini lemah pula.”  Al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi mengutip dari al-Hafizh Ibnu Hajar dalam  al-Amali, bahwa hadits ini menurutnya bernilai hasan. (Lihat,  as-Suyuthu, Fadhdhul Wi’a’ Fi Ahadits Raf’il Yadain bid-Du’a’, hal. 74). Di sisi lain, mengusap wajah setelah selesai berdoa, juga diriwayatkan dari kaum salaf, antara lain sahabat Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair. Juga dari al-Imam Hasan al-Bashri. Oleh karena itu, pandangan sebagian aliran baru yang membid’ahkan dan mengharamkan mengusap wajah setelah berdoa, adalah tidak benar. Kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa memiliki dalil yang kuat dan diikuti oleh para ulama fuqaha dari madzhab yang empat. Wallahu a’lam.



























